Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2024. Pemberian opini WTP ini didasarkan pada opini serupa terhadap Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) dan 84 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) Tahun 2024.
Menurut Ketua BPK, Isma Yatun, terdapat dua LKKL, yaitu Badan Pangan Nasional dan Badan Karantina Indonesia, yang memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Meskipun demikian, hal ini tidak secara signifikan mempengaruhi kewajaran LKPP Tahun 2024 secara keseluruhan.
"BPK berpendapat bahwa pertanggungjawaban pelaksanaan APBN Tahun 2024 yang tercermin dalam LKPP Tahun 2024, secara material telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Informasi diungkapkan secara memadai, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan didasarkan pada efektivitas sistem pengendalian intern," ungkapnya dalam Sidang Paripurna DPR RI Ke-19 Masa Persidangan Tahun 2024-2025.
Namun, Isma Yatun menyoroti berbagai kelemahan yang mendesak untuk segera diperbaiki. Tujuannya adalah untuk memastikan pengelolaan keuangan negara yang akuntabel dan berkelanjutan. Salah satu kelemahan tersebut adalah pelaporan kinerja yang terintegrasi ke dalam catatan atas LKPP atau CalK tahun 2024, yang masih memerlukan penguatan dari segi sumber daya, metodologi, dan pedoman penyusunan.
Dikatakan bahwa perbaikan ini sangat penting agar informasi yang disajikan lebih komprehensif mengenai penggunaan anggaran negara sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.
"Informasi yang komprehensif ini akan menjadi landasan esensial dalam merumuskan langkah-langkah strategis kebijakan pemerintah di masa mendatang," tegasnya.
Lebih lanjut, temuan BPK juga menyoroti adanya perbedaan data penyetoran PPN dan PPH dengan data yang dimiliki oleh wajib pajak dan wajib pungut, yang tidak dapat dideteksi secara langsung oleh sistem perpajakan yang ada.
Selain itu, pengendalian belanja pegawai dinilai belum sepenuhnya memadai. Pengendalian sisa dana transfer ke daerah yang peruntukannya telah ditentukan juga belum sepenuhnya memadai, serta kebijakan penyajian belanja dibayar di muka belum sepenuhnya memadai.
"Dan proses penyelesaian pertanggungjawabannya cenderung berlarut-larut," imbuhnya.