Mengerikan! Gunung es raksasa bernama A23, sang terluas di dunia, kini terpecah belah menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil. Kondisi ini berpotensi menghadirkan ancaman serius bagi manusia dan jutaan penguin yang menghuni suaka margasatwa Antartika di sekitarnya.
Citra satelit Aqua milik NASA dengan jelas mengungkap kondisi memprihatinkan ini. Tampak bagaimana bagian pinggir dari massa beku tersebut mulai mengalami keretakan, terutama di sepanjang sisi utaranya. Situasi ini mengubah area di sekitarnya menjadi layaknya ladang ranjau es yang berbahaya.
"Ribuan pecahan gunung es bertebaran di permukaan laut dekat gunung es utama, menciptakan pemandangan yang menyerupai taburan bintang di langit malam yang gelap," demikian pernyataan dari perwakilan NASA seperti yang dikutip dari Live Science.
Peristiwa ini menandai klimaks dari sebuah perjalanan panjang dan epik bagi entitas yang dijuluki mega-berg tersebut, yang memiliki luas permukaan mencapai 1.930 km persegi, yang menobatkannya sebagai gunung es terluas di planet ini.
Sempat terperangkap di dasar laut sejak tahun 1986, bongkahan es raksasa itu akhirnya terlepas dari posisinya beberapa tahun silam dan mulai hanyut terbawa arus ke Samudra Selatan.
Keadaan A23 kembali mengalami gangguan pada tahun 2024, ketika ia terdampar dalam sebuah pusaran air yang berputar, sebelum akhirnya berhasil melepaskan diri dan melanjutkan perjalanannya ke arah Utara.
Kemudian, pada bulan Januari tahun ini, gunung es raksasa tersebut terlihat bergerak menuju Pulau Georgia Selatan, sebuah wilayah Inggris yang terkenal karena kekayaan satwa liarnya yang unik. Namun, pergerakannya terhenti hanya sekitar 96 km dari lepas pantai, yang menurut para ilmuwan dapat menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi A23.
Meskipun untungnya bongkahan es tersebut tidak sampai terdampar di pulau tersebut, ‘bom’ beku ini tetap menyimpan potensi ancaman bagi jutaan penguin dan anjing laut yang menghuni wilayah tersebut.
Kemungkinan besar, penguin harus berlayar hingga ratusan kilometer memutari bongkahan es yang tertambat tersebut untuk dapat mencapai lokasi tempat mereka mencari makan. Sementara itu, air lelehan dari gunung es raksasa tersebut dapat memengaruhi suhu dan tingkat salinitas laut di sekitarnya.
Sebagai catatan, pada tahun 2004, sejumlah anak penguin dan anak anjing laut yang tinggal di Georgia Selatan mati setelah sebuah pulau es bernama A38 pecah dan menghalangi jalur mereka menuju sumber makanan.
Para peneliti berharap bahwa lokasi A23 yang jauh dari garis pantai akan meminimalisir dampak negatifnya terhadap ekosistem. Sayangnya, satwa liar mungkin bukan satu-satunya pihak yang berada dalam bahaya selama proses ‘kematian’ bongkahan es tersebut.
Menurut NASA, beberapa pecahan es tersebut memiliki ukuran yang cukup signifikan, lebih dari setengah kilometer lebarnya, dan oleh karena itu dapat menimbulkan risiko bagi kapal-kapal yang melintas.
Gunung es terbesar, dengan luas sekitar 80 km persegi, saat ini bergerak ke arah selatan dan tidak terlihat dalam citra satelit.
Situasi ini mungkin memicu ingatan akan sebuah insiden yang terjadi pada tahun 2023, ketika sebuah bongkahan es bernama A76 nyaris kandas dan meninggalkan rintangan es yang nyata di belakangnya.
"Potongan-potongan es tersebut pada dasarnya menutupi pulau (Georgia Selatan), dan kami harus berupaya keras untuk melewatinya," ujar Kapten Simon Wallace, yang mengemudikan kapal pemerintah Georgia Selatan, Pharos.
Awak kapal bahkan menyalakan lampu sorot sepanjang malam agar mereka tidak terganggu oleh silau dari bongkahan es.
Meskipun secara harfiah hancur berkeping-keping, A23 tidak akan lenyap dalam semalam. Para peneliti memperkirakan bahwa dibutuhkan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun bagi raksasa beku itu untuk hancur sepenuhnya.
Sementara itu, A23 kemungkinan akan kehilangan gelarnya sebagai gunung es terluas di dunia. Luas A23 hanya sekitar 19 km persegi lebih besar dari gunung es terbesar berikutnya, yaitu D15A.